Sabtu, 04 Agustus 2012

IF YOU ASK ME THE LOVE (chapter 3)

Kilauan sinar matahari menyadarkanku dari sebuah tidur singkat. percaya atau tidak, malam ini aku hanya tidut kira-kira tiga jam. semalaman aku dibuat pusing oleh pria berkacamata di bus kemarin. entah mengapa aku sangat ingin mengetahui identitas pria tersebut sejelas-jelasnya. tapi mungkin memang bukan waktunya.

"nunnan.. aku berangkat duluan ya!" seru Seung Ho dari ruang depan. dengan gerakan lemas, aku mencoba meraih alarm-ku yang berdiri di atas meja kecil di samping tempat tidurku, cukup kukumiringkan alarm tersebut kira-kira 15 derajat dan aku bisa mengetahui bahwa sekarang jam 06.45 AM.

Kucoba membangkitkan badanku dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi dengan langkah gontai. kubasuh wajah suntukku dengan air yang terasa dingin juga sabun pencuci muka. setelahnya, aku merasa lebih fresh. Tiba-tiba perutku menimbulkan suara, ya ampun, aku sudah menduga hal itu. terang saja, pasalnya tadi malam aku belum memasukkan satu jenispun makanan ke dalam perutku. jadi, tanpa paksa, kubawa tubuhku ke dapur, dan membiarkan tanganku mengambil dua lapis roti, mengolesinya dengan selai strawberry, lalu memasukkan keduanya ke dalam pemanggang roti listrik.

Lima menit berlalu, kumatikan segera pemanggang roti tadi, mengambil rotinya, lalu menyantap sarapan pagiku itu dengan lahap. gerakanku terhenti ketika kudengar handphoneku bergetar di atas meja makan, segera kuraih handphone itu, bibi Sae Eun menelponku "yeoboseyo?" sapa bibi dari sana "ya, ada apa bi?" jawabku "Hye Ri-ah, kau ada dimana?" tanya bibi tanpa basa-basi "aku di rumah bi" ujarku singkat, lalu mengambil segelas susu dan meneguknya "jam berapa kau akan pulang kerja? apa kau punya jadwal hari ini?" dengan nada interogasi "aku akan pulang jam 06.00 PM, tapi setelah itu aku ada janji dengan Seung Ho, dia minta kuajak jalan-jalan" jelasku sambil melirik jam dinding "benarkah?" terdengar nada kecewa disana "maaf.." kataku penuh hati-hati "tak apa, mungkin lain kali" ujar bibi menenangkan dirinya "kurasa besok jadwalku kosong, aku bisa jika bibi ingin bertemu" tawarku agar bibi merasa lebih baik "benarkah? keurae (baiklah) bibi akan telepon lagi nanti, oke?" suaranya terdengar bersemangat, aku tersenyum simpul "oke" jawabku sebelum jaringan telepon terputus.
***
Bel rumahku berbunyi ketika kulangkahkan kaki dari kamar mandi. siapa yan datang pagi-pagi begini? tidak biasanya. aku meneruskan langkahku hingga tiba di ruang depan, seorang wanita berambut panjang sepinggang muncul di layar interkom, Ha Young rupanya. "Hye Ri-ah, ini aku!" serunya bernada ceria, serupa dengan wajahnya yang cerah. "tunggu, aku akan bukakan pintunya" jawabku dan segera membuka pintu. "Ha Young, masuklah" pintaku, Ha Young menggeleng cepat "tidak, aku hanya ingin menjemputmu, kurasa aku cukup menunggu disini saja" tolaknya "baiklah, tunggu sebentar. aku akan bersiap-siap" ujarku lalu bergegas meninggalkannya menuju kamar.
Sesampainya di kamar aku tidak melakukan banyak hal, aku hanya berganti pakaian : celana jeans hitam dan kaus lengan pendek putih dengan bendera amerika serikat serta tulisan "USA" di atasnya. setelah itu, tak lupa kukenakan tas selempangku di sebelah pundak lalu berlari kecil menuju pintu depan "kau siap?" tanya Ha Young, aku mengangguk dengan ekspresi riang dan kamipun berjalan keluar menuju halte bus yang tidak terlalu jauh dari rumahku.
Halte bus itu sangat ramai rupanya, banyak pegawai-pegawai departement store yang sedang menunggu bus untuk pergi bekerja. akhirnya kami sampai di halte bus tersebut, karena tidak ada tempat duduk yang kosong, kami terpaksa berdiri menunggu bus datang.
Selang lima menit, bus yang ditunggu-tunggu pun datang, aku dan Ha Young naik ke dalam bus dengan segera, siapa cepat dia akan dapat. kalau  tidak begitu, kami bisa jadi sasaran Mr.Choi untuk dimarahi. kami memilih duduk di kursi dua set paling depan. tak lama kemudian bus melaju.
***
"Hye Ri, pria itu datang" ujar Ha Young membuatku menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengetik pembayaran pelanggan "Ha Young-ah, kau bisa lihat aku sedang apa?'' ocehku sambil meneruskan yang tadi, Ha Young menyeriangai "gomawo..." ucap ibu pelanggan sembari pergi ''ah, gomawo.." jawabku linglung,  "ini semua gara-gara kau" gerutuku "maaf.. aku hanya ingin memberitahumu bahwa pria itu datang" jelas Ha Young sekali lagi. aku memandang sekeliling,oh, pria itu lagi-lagi duduk di meja nomor 11 "kau bisa melihatnya bukan?" tanya Ha Young memastikanku, aku hanya mengangguk dan mulai menghitung uang bayaran ibu pelanggan tadi "Hye Ri, aku akan ke dapur ya" ujarnya sambil berlalu, aku mengangguk lagi. aku kembali memfokuskan pikiranku pada uang tadi, ibu pelanggan tadi memesan banyak sekali makanan, sampai-sampai aku kewalahan "steak panggang dan jus apel satu" secara refleks kaget sehingga membiarkan tanganku mendorong loker di bawah meja dengan gerakan cepat dan "aw!" jari telunjuk kiriku terjepit didalamnya "ada apa?" aku menarik jariku itu dan mengangkat kepala. aku terbelalak ketika mengetahui apa yang ada di hadapanku, pria misterius itu lagi. "apa yang terjadi padamu?" satu detik, dua detik, tiga detik, aku masih bergeming "ah, tidak ada apa-apa" jawabku sambil mengibaskan satu tanganku, pria itu mendesah pelan "steak panggang dan jus apel satu" ujar pria tersebut "ya, baiklah.. ada lagi?" tawarku dengan sedikit canggung "tidak" jawabnya dengan segera "steak panggang dan jus apel satu!" teriakku "keurae!" jawab Mr.Yang dari dalam sana, aku mengadahkan kepalaku, pria itu sudah kembali ke tempatnya. dan lagi-lagi ia membaca buku, tapi.. kali ini sepertinya berbeda, ia menatap buku itu memang, tapi sepertinya ia sedang tidak membaca. ia terlihat seperti sedang... melamun? berfikir? enatahlah, aku bukan peramal, jadi aku tidak bisa memastikan apa itu.
***
"Ha Young-ah, apa kau punya plester?" tanyaku pada Ha Young yang serius membaca tabloid di atas sofa panjang, ia menurunkan tabloid itu dari hadapannya "tidak, kurasa kau bisa tanyakan itu pada Na Ri" sarannya, lalu kembali membaca. aku berjalan ke ruangan sebelah, atau lebih tepatnya dapur, kulihat disana ada Na Ri yang sibuk mencuci piring, aku mendekatinya "Na Ri-ah, apa kau punya plester?'' tanyaku sambil terus menekan telunjuk kiriku yang masih mengeluarkan darah, Na Ri mematikan keran air lalu menganggapiku "ya Tuhan, ada apa dengan jarimu? biar kucarikan plester dan obat merah" ujar Na Ri cepat tanggap dan bersegera. aku membuka keran air dan mencuci darah itu sembari menunggu Na Ri. "Hye Ri, kemarilah!" teriak Na Ri dari ruangan istirahat tadi, aku segera menyudahi pekerjaanku dan bergegas mendekati Na Ri "mana jarimu yang terluka?" tanyanya, kutunjukkan telunjuk kiriku padanya, ia meneteskan sedikit obat merah diatas telunjukku itu, lalu ia tutup  luka itu dengan kapas, dan membaluti telunjukku dengan plester. "selamat sore semuanya!!" teriak seorang pria jangkung yang baru datang, dia Sang Nam, pelayan juga disini, pertama kali saat melihatnya, pasti semua orang bisa mengira dia orang yang periang, sebab itu kenyataan. "Sang Nam-ah, sebaiknya kau membantuku mencuci piring-piring ini!" teriak Jong Moon Jin, pelayan lain dari arah dapur, Sang Nam menunjukkan ekspresi kewalahan "omo..(astaga) apa kau tidak tahu, aku baru saja berdepat dengan seorang ibu tua yang menginginkan restoran ini buka? dia sangat keras kepala sampa-sampai menyumpahiku yang tidak-tidak" jelasnya, seketika ruangan penuh gelak tawa, begitupun aku "benarkah?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari jariku yang masih diobati Na Ri "tentu saja, dan itu membuatku gila" jawabnya sambil mengacak-acak rambut, aku hanya bisa geleng-geleng kepala sambil menahan tawa, sementara yang lain meledakkan tawanya kembali. restoran ini menga hanya buka 7 jam tiap harinya, yaitu dari pukul 10.00 AM sampai 05.00 PM, dan hal-hal seperti tadi itu memang sering terjadi "Hye Ri-ah, ada apa dengan jarimu?" tanya Sang Nam yang sepertinya baru sadar kalau sejak tadi aku sedang diobati "sebuah insiden kecil terjadi. jangan khawatir, ini ulahku sendiri" jelasku, ia manggut-manggut "selesai" celoteh Na Ri dengan senyum kecil "gomawo" ujarku mambalas senyumannya itu "tidak masalah, semoga lekas sembuh" "kurasa kau berbakat jadi dokter" ungkapku, Na Ri mengankat kedua alisnya heran "jangan bergurau.." ujarnya sambil menahan tawa "kupikir aku serius.." sanggahku dengan nada meyakinkan "kalau begitu.. ya, semoga" kata Na Ri sambil berharap.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar